HUBUNGAN CUACA DAN IKLIM TERHADAP HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN
Iklim dan cuaca memiliki peran penting
baik langsung ataupun tak langsung pada penyebaran, pemencaran, kelimpahan dan
perilaku serangga serangga serta pelepasan dan peletakan spora., infeksi dan
penetrasi, kolonisasi dan pembentukan organ pembiakan pada cendawan dan
bakteri. Ada 2 proses yang memiliki peranan penting langsung maupun tak langsung
yakni proses fisik yang
ditampilkan dalam bentuk pola dan fenomena iklim atau cuaca, mikro maupun makro
serta proses biologi yang ditampilkan dalam bentuk pertumbuhan,
perkembangan dan dinamika populasi (epidemiologi).
PENGARUH IKLIM TERHADAP SERANGGA HAMA
Menurut Andrewartha dan Birch (1974), komponen hidup hewan terdiri atas 4
komponen yaitu: cuaca, makanan, organisme dan hewan lain termasuk preditor dan
parasit, serta tempat hidup hewan tersebut.
Kehidupan serangga sebagai hewan berdarah dingin (poikilotermal) akan
sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca dan iklim tempat hidup/ habitatnya. Cuaca
dan iklim berpengaruh besar terhadap perilaku, perkembangan populasi maupun
penyebaran suatu spesies serangan.
Messenger (1959) dan Sunjaya (1970) berpendapat penelaahan komponen iklim dalam
hubungannya dengan kehidupan serangga mencakup beberapa hal:
- Menentukan faktor iklim apa dan berapa
intensitasnya yang mempengaruhi habitat serangga sehingga dapat dianalisis
hubungan keadaan dan perubahan iklim secara makro di suatu daerah dengan
timbul dan lenyapnya serangga-serangga di daerah tersebut.
- Mengetahui penyebaran daerah-daerah yang
mempunyai pengaruh faktor-faktor iklim yang berpengaruh tersebut dan erat
hubungannya dengan klasifikasi iklim.
- Memperhatikan dan meneliti perubahan iklim mikro
yang mendadak dan tanggap yang diwujudkan serangga. Termasuk diantaranya
kemungkinan pendugaan perubahan iklim di masa depan.
Dalam memahami hubungan antara cuaca dan
iklim dengan serangga yang lebih penting adalah memahami keadaan iklim mikro di
dalam pertanaman tempat serangga itu hidup.
Krebs (1978) mengatakan bahwa sebaran geografik suatu organisme dibatasi oleh
faktor-faktor fisik yaitu : suhu, kelembapan, air dan cahaya di habitatnya.
Faktor-faktor iklim yang diduga berpengaruh terhadap hama menurut Kisimoto dan
Dyck (1976) di antaranya adalah suhu, kelembapan relatif, curah hujan dan
angin.
1. Curah hujan/presipitasi
Hujan adalah gejala gerak konveksi udara
yang kemudian mengalami pendinginan (di dalam atmosfer) sehingga terjadi
kondensasi dan akhirnya jatuh sebagai titik air. Unsur-unsur penting dari hujan
yang berhubungan dengan pertumbuhan hama adalah jumlah volume curah hujan,
jumlah hari hujan dan intensitas hujan.
Periodesitas timbulnya hama sangat berhubungan dengan periode hujan tahunan dan
perubahan-perubahan jangka panjang. Pengaruh hujan terhadap perkembangan hama
dapat secara langsung berupa pengaruh mekanis, misalnya hujan lebat dapat
menghanyutkan serangga. Sedangkan banyak sedikitnya hujan dapat berpengaruh tak
langsung terhadap perkembangan hama, karena tinggi rendahnya hujan erat
hubungannya dengan suhu maksimum, minimum serta tekanan udara.
2. Suhu Udara
Pengaruh suhu udara terhadap hama dan penyakit tumbuhan antara lain
mengendalikan perkembangan, kelangsungan hidup dan penyebaran serangga
(Massenger, 1976). Suhu dinyatakan dalam derajat panas, sumber pada permukaan
tanah berasal dari radiasi matahari. Tinggi rendahnya intensitas cahaya
matahari berbanding lurus dengan tinggi rendahnya suhu udara.
Tinggi rendahnya suhu tubuh serangga menyesuaikan suhu udara lingkungannya
(hyphothermal). Pengaruh suhu lingkungan terhadap serangga hama dapat
dikelompokkan menjadi 5 zona:
- Zona suhu maksimum: daerah suhu dimana serangga tak lagi dapat bertahan maupun menyesuaikan diri sehingga mati karena terlampau panas.
- Zona suhu tinggi inaktif atau estivasi: daerah suhu dimana serangga masih dapat bertahan hidup tapi tak lagi aktif atau bergerak dan tak pula mati karena proses fisiologis organ-organ tubuh masih bekerja. Beristirahat/tidurnya serangga dalam melakukan aktivitas kehidupan diebut estivasi/diapuze. Jika suhu udara turun sampai titik tertentu maka serangga akan aktif kembali dan hidup normal.
- Zona suhu optimum atau efektif, daerah suhu dimana serangga hidup secara normal dan segala aktivitas berlangsung secara lancar dan optimal sehingga perkembangan serangga terjadi maksimal.
- Zona suhu rendah inaktif/hibernasi, daerah dimana serangga masih dapat hidup tapi tak aktif atau bergerak karena keadaan terlampau dingin. Serangga tidak mati karena proses fisiologis organ-organ tubuhnya masih bekerja, hal ini disebut hibernisasi. Jika suhu udara meningkat sampai titik panas tertentu maka serangga akan aktif kembali dan hidup normal.
- Zona suhu minimum, daerah dimana serangga tak dapat bertahan hidup atau menyesuaikan diri lagi terhadap lingkungan sehingga mati kedinginan.
3. Kelembapan udara (Lengas Udara)
Kebutuhan serangga akan air sangat dipengaruhi dan berhubungan erat dengan
keadaan lingkungan hidupnya terutama kelembapan dan ketersediaan air. Untuk
menyatakan kandungan air di udara tau kelembapan udara dilakukan dengan cara
antara lain lengas udara mutlak, lengas udara spesifik, lengas udara nisbi dan
tekanan uap.
Kemampuan serangga bertahan hidup terhadap lengas udara sangat berbeda-beda
tergantung spesiesnya. Hama Trips tabaci dapat bertahan hidup dalam lengas udara di bawah 50%.
Dalam lengas udara nisbi 10%, kumbang bubuk kacang hijau betina meletakkan
telur rata-rata 44.4 butir, namun pada lengas nisbi 25%, menghasilkan telur
49.8 butir.
4. Cahaya dan Radiasi Matahari
Semua cahaya sangat berhubungan erat dengan kehidupan serangga. Umumnya
serangga sangat tertarik dengan cahaya dan untuk kebutuhan hidupnya memerlukan
energi yang bersumber dari cahaya matahari atau bulan. Penyesuaian serangga
terhadap kondisi cahaya selain dalam bentuk kebiasaan/karakteristik hidup juga
dalam hal fisiologis, anatomis, morfologis, indra penglihatan dan warna tubuh.
Ngengat serangga noktural akan aktif di malam hari, sedangkan belalang kembara
(Locusta migratoria manilensis) arah mengembaranya mengikuti langsung arah cahaya
matahari dan berkumpulnya mengikuti arah berputarnya matahari. Belalang kembara
dewasa gregraria terbang pada siang hari dan malamnya akan berkumpul pada
tanaman untuk makan, kawin dan meletakkan telur. Sedangkan yang soliter terbang
pada malam hari dan siangnya tinggal di pepohonan.
Panjang dan pendeknya periodesitas radiasi matahari akan berpengaruh pada suhu
udara, lengas udara dan lamanya pengembunan yang akan berpengaruh terhadap
pertumbuhan bakteri, virus dan sporalisasi cendawan.
5. Angin dan gerakan udara
Angin merupakan gerak udara horisontal dari daerah bertekanan tinggi ke daerah
bertekanan rendah. Secara langsung angin dan gerakan udara tak berpengaruh
terhadap pertumbuhan hama. Namun angin merupakan faktor penting dalam
menyebarkan hama dan penyakit tumbuhan. Kecepatan terbang belalang kembara
sangat dibantu oleh kecepatan dan arah angin, pada angin yang sepoi-sepoi
terbang melawan arah angin, tapi bila angin kencang terbang mengikuti arah
angin. Serangga ordo Hymenoptera, Diptera, Coleoptera dan Orthoptera umumnya
terbang pada cuaca cerah tanpa angin. Jika kecepatan angin melampaui 15 km/jam,
aktivitas terbang terhenti.
PENGARUH IKLIM TERHADAP PENYAKIT TANAMAN
Cuaca dan iklim sangat berpengaruh terhadap penyakit tanaman, khususnya
penyakit yang disebabkan oleh angin, air dan serangga. Penyakit tumbuhan dapat
diartikan sebagai kerusakan-kerusakan yang disebabkan oleh cendawan, bakteri,
virus, mikroplasma dan yang disebabkan oleh faktor lingkungan tak cocok (kelebihan
atau kekurangan hara tertentu, polusi dan lain-lain. Diantaranya penyebab
penyakit tersebut, cendawan dan bakteri merupakan patogen yang banyak menyerang
tanaman.
Cendawan umumnya disebarkan dalam bentuk spora atau potongan hifa.
Penyebarannya dapat dibantu oleh angin, air hewan, manusia, kontak langsung
atau terkandung dalam bagian tanaman (biji, umbi). Bakteri juga dapat menyebar
dengan cara yang sama. Sedangkan virus dan mikroplasma kebanyakan disebarkan
serangga, manusia sendiri atau melalui bagian tanaman.
Perubahan faktor lingkungan fisik, iklim atau cuaca akan sangat berpengaruh
terhadap penyakit pada saat patogen di luar jaringan tanaman (pre penetrasi).
Pada waktu tersebut patogen sangat peka dan menentukan apakah iklim atau cuaca
cukup menentukan perkembangan.
Dalam meninjau pengaruh iklim atau cuaca terhadap perkembangan penyakit maka
yang paling penting adalah bagaimana menjelaskan perilaku iklim mikro sekitar
pertanaman atau bahkan pada lapisan yang lebih tipis di sekitar daun atau batang
yang disebut boundary layer. Perubahan lingkungan fisik lapisan tipis atau di
sekitar pertanaman itulah yang sangat menentukan keberhasilan patogen
menimbulkan penyakit. Dalam beberapa hal masalah tersebut sulit diteliti
sehingga diperlukan pengertian mengenai hubungan antara pola iklim makro dan
iklim mikro di sekitar tanaman.
Gambar 3. Boundary Layer
1. Kelembapan Udara
Kelembapan udara yang relatif tinggi sepanjang tahun di Indonesia merupakan
kondisi potensial timbulnya penyakit. Terjadinya infeksi pateogen kerap
ditentukan kondisi kelembapan di sekitar pertanaman, terutama bagi patogen
cendawan.
Contoh pada kasus penyakit cara teh. Penyakit ini dapat secara drastis
dikurangi tingkat serangannya dengan cara mengurangi kelembapan sekitar tanaman
melalui pemotongan atau pengurangan tanaman pelindung.
Berbeda dengan penyakit cendawan, penyakit yang disebabkan virus umumnya lebih
berkembang pada musim kering.
Tingginya kelembapan di Indonesia juga menimbulkan masalah tersendiri pada
penanganan pasca panen yaitu banyaknya pernyakit yang menyerang hasil panen di
tempat-tempat penyimpanan.
2. Air dan embun
Air yang dimaksud adalah air bebas yang sangat besar peranannya dalam
perkembangan penyakit. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker kina yang
disebabkan Phytopthora cinnamoni atau penyakit penyakit lanas tembakau (Phytopthora
nocotiane) dapat tersebar luas terbawa air hujan. Air gutasi juga dapat
membantu timbulnya penyakit seperti pada Xanthomonas
campestris yang menyerang kol.
Embun juga dapat berperan dalam
perkembangan spora dan infeksi. Penyebab penyakit bulai pada jagung (Sclerospora
maydis) hanya dapat membentuk spora pada waktu malam jika daun berembun.
3. Angin
Pengaruh angin umumnya secara tak
langsung terhadap kelembapan dan terjadinya embun. Pengaruh langsungnya adalah
terhadap penyebaran spora, penyebaran serangga vektor dan perlukaan akibat
gesekan noleh tiupan angin. Contohnya adalah pelepasan dan pemencaran konidia
Pyricularia oryzae yang sangat dipengaruhi kecepatan angin.
4. Suhu lingkungan
Ketinggian tempat dari permukaan laut
akan memberikan suhu tertentu kebanyakan penyakit hanya merugikan pada
tempat-tempat dengan ketinggian tertentu. Penyakit bulai pada jagung, penyakit
karat daun kopi dan cendawan akar merah pada teh (Ganoderma pseudofrreum)
hanya merugikan pada tempat-tempat rendah yang suhunya relatif tinggi.
Sedangkan penyakit tepung, cacar teh, bercak bergaris pada padi (P. oryzae)
dan cendawan akar merah bata (Poriahypolateritia) serta cendawan akar
hitam (Roselliniaarcuata) pada teh hanya merugikan pada tempat yang
tinggi yang suhu lingkungan relatif lebih rendah.
Pada keadaan tertentu, suhu pada malam
hari bersama-sama kelembapan dapat berpengaruh terhadap penyakit dengan
pembentukan embun dan terjadinya gutasi. Suhu lingkungan sangat menentukan
terutama pada masa prapenetrasi.
5. Radiasi surya
Pengaruh radiasi surya secara tak
langsung terhadap berkurangnya kelembapan dan meningkatnya suhu lingkungan.
Sedangkan secara langsung adalah pada efek mematikan spora atau pembuluh
kecambah spora pada kebanyakan patogen.
Sumber:
Yonny Koesmaryono. 1991. Pengaruh Iklim
terhadap Hama dan Penyakit Tanaman dalam Kapita Selekta Agrometeorologi.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Bogor.
Comments
Post a Comment