ANALISA TITIK CAIR MINYAK
SAWIT
I. Tujuan
Mahasiswa dapat mengetahui dan
melakukan analisa titik cair minyak sawit.
II. Alat dan Bahan
Alat :
Pipa Kapiler diameter ± 1mm,
panjang ±16 cm,thermometer, lemari pendingin, pemanas listrik, isolasi
transparan, oven.
Bahan :
Contoh Minyak sawit
III.
Cara Kerja
1.
Contoh minyak yang akan diuji terlebih dahulu dicairkan dalam oven.
2.
Mesaring dalam kertas saring untuk memisahkanbahan asing dan air.
3. Memasukkan
pepa kapiler gelas sampai minyak masuk kedalam pipa kapiler minimal
ketinggiannya 1 cm
4.
Menutup bagian atas pipa kapiler dengan isolasi supaya minyak dalam pipa
kapiler tidak keluar dari pipa kapiler.
5.
Memasukkan pipa kapiler yang berisi minyak tersebut kedalam beaker glass lalu
menyimpn kedalam lemari pendingin dengan suhu 4-10oC.
6.
Setelah minyak dalam pipa kapiler membeku (±2jam) dikeluarkan dari lemari
pendingin.
7. Masing-masing diikatkan
sedemikian rupa dengan thermometer sehingga ujung pipa kapiler terbawah sama
letaknya dengan ujung air raksa dari thermometer.
8.
Bersama-sama dengan thermometer, pipa-pipa tersebut dicelupkan ke dalam gelas
piala 600 ml yang setengah nya berisi air suling. Bagian bawahh dari
thermometer harus terendam sedalam 3 cm
9.
Memanaskan beaker glass diatas hot plate, sambil di aduk-aduk.
10.
Minyak berangsur-angsur akan menjadi jernih sebelum menjadi mencair sempurna.
11.
Mencatat suhu saat minyak pada masing- masing pipa menjadi jernih.
12. Menghitung rata-rata
suhunya.
C = T1+T2+T3/3
Ket :
T : suhu titik cair
C : suhu
IV.
Hasil Pengamatan
- Suhu titik cair I = 33C
- Suhu titik cair II = 35C
- Suhu titik cair III = 34C
Rata-rata titik cair
= 33C + 35C + 34C
= 34C
V. Pembahasan
Salah satu faktor yang
mempercepat terjadinya reaksi oksidasi yang menyebabkan peningkatan ALB dan
menurunnya kualitas minyak sawit yaitu peningkatan temperatur, terutama pada
minyak sawit yang ada pada tangki timbun atau stasiun penimbunan produk. Hal
ini dikarenakan dengan semakin meningkatnya temperatur, udara (oksigen) yang
berada dalam tangki bereaksi melalui
reaksi oksidasi. Sehingga sangat disarankan untuk melakukan seluruh akivitas
pengolahan minyak sawit dengan temperatur serendah mungkin. Umumnya setelah
proses penghilangan bau, minyak produksi didinginkan sampai temperatur 50-70°C.
Minyak dan lemak terdiri dari
gliserida campuran yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai
panjang. Minyak dan lemak dalam bentuk umum tidak berbeda trigliseridanya,
hanya berbeda dalam bentuk wujud. Disebut minyak jika bentuknya cari dan lemak
jika bentuknya padatan.
Asam lemak (Fatty Acid) adalah
senyawa alifatik dengan gugus karboksil. Bersama-sama dengan gliserol, asam
lemak merupakan penyusun utama minyak nabati atau lemak yang merupakan bahan
baku untuk semua lipid pada makhluk hidup. Asam ini mudah dijumpai dalam minyak
goreng, margarin, atau lemak hewan dan menentukan nilai gizinya. Secara alami,
asam lemak bisa berbentuk bebas sebagai lemak yang terhidrolisis maupun terikat
sebagai gliserida. Asam lemak merupakan asam lemah dan dalam air terdisosiasi
sebagian. Umumnya berbentuk cair atau padat pada suhu ruang 27°C. Semakin
panjang rantai C penyusunnya, semakin mudah membeku dan juga semakin sukar larut.
Berdasarkan cirinya, asam lemak
dibedakan menjadi asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Asam lemak jenuh
hanya memiliki ikatan tunggal diantara atom-atom karbon penyusunnya, sementara
asam lemak tak jenuh memiliki paling sedikit satu ikatan ganda diantara
atom-atom karbon penyusunnya.
Titik cair merupakan salah satu
indikator dalam menentukan kualitas minyak sawit. Titik cair minyak mempunyai
hubungan dengan kondisi asam lemak. Hal itu dikarenakan minyak sawit adalah
adalah lemak semi padat yang memiliki komposisi tetap. Apabila semakin jenuh
molekul asam lemak pada molekul trigliserida, maka akan semakin tinggi titik
cair minyak tersebut. Sehingga pada suhu kamar biasanya berada pada fase padat.
Sebaliknya semakin
tidak
jenuh asam lemak dalam molekul trigliserida, maka semakin rendah titik cair
minyak tersebut. Sehingga pada suhu kamar berada pada fase cair.
Titik cair standar pada minyak
sawit adalah 39-41°C, hal ini erat kaitannya dengan tingkat asam lemak tak
jenuh, semakin banyak asam lemak tak jenuh titik cairnya semakin rendah.
Berdasarkan hasil dari uji
titik cair minyak sawit hasil ekstrasi pada praktikum sebelumnya adalah sebesar
33oC,
35oC
dan 34oC
dengan rata-rata 34oC. Dilihat dari hasil tersebut jika dibandingkan
dengan titik cair minyak sawit standar lebih rendah. Sehingga dapat dipastikan
bahwa kandungan ALB pada minyak tinggi. Sehingga hal tersebut menyebabkan
minyak berbau tengik.
VI. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum
Pengolahan Hasil Perkebunan Acara tentang Analisa Titik Cair Minyak Sawit,
dapat disimpulkan bahwa:
- Akibat dari minyak sawit atau minyak kelapa berbau tengik, karena pada ruang suhu kamar terjadi reaksi oksidasi.
- Salah satu faktor yang mempercepat terjadinya reaksi oksidasi yang menyebabkan peningkatan ALB dan menurunnya kualitas minyak sawit yaitu peningkatan temperature.
VII. Daftar Pustaka
- Darnoko, D.2003. Teknologi Pengolahan Kelapa sawit dan Turunannya. LPPKS.Medan.
- Lubis, Adlin U. 2008. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Di Indonesia Edisi 2. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan.
- Naibaho, M. P. 1996. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan.
Comments
Post a Comment